Jalan Terang Pembahasan RUU KMIP
Rapat Kerja Komisi I DPR dan Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo), yang berlangsung Senin, 5 Februari 2007 menyepakati pembentukan Komisi Informasi. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat mengejutkan. Selama ini, Menkominfo Sofyan Djalil ngotot menolak keberadaan Komisi Informasi.
Dalam Rapat Kerja antara Komisi I DPR dengan Menkominfo dan Menhukham 20 Juni 2006 yang membahas Daftar Isian Masalah (DIM) RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (RUU KMIP), Menteri Sofyan Jalil menyatakan menolak keberadaan badan informasi publik yang bersifat independen atau yang lebih dikenal dengan Komisi Informasi. Menkominfo beralasan komisi-komisi independen yang sudah ada sebelumnya tidak efektif kinerjanya dan lebih terkesan menghabiskan anggaran serta bagi-bagi jabatan.
Bahkan dalam rapat kerja pembahasan RUU KMIP sebelumnya, 29 Januari 2007, Menteri Sofyan Djalil masih menyodorkan konsep panitia ad hoc untuk penyelesaian sengketa informasi. Oleh karena itu, sikap menteri menerima Komisi Informasi merupakan sebuah langkah maju. Kita harus memberi penghargaan atas sikap Menteri Sofyan Djalil ini.
Komisi Informasi dalam UU KMIP
Keberadaan Komisi Informasi dalam UU KMIP bukanlah bentuk kelatahan mengikuti fenomena pembentukan komisi independen dalam setiap undang-undang. Komisi Informasi merupakan pilar pelaksana UU KMIP. Komisi ini memiliki tugas untuk membuat standar-standar penyediaan informasi publik oleh badan publik dan memiliki wewenang dalam hal penyelesaian sengketa akses informasi.
Informasi memiliki sifat dinamis dan berubah dengan cepat. Sesuatu yang hari ini dianggap aktual, minggu depan atau bulan depan sudah dianggap sesuatu yang basi. Oleh karenanya, badan penyelesaian sengketa informasi harus memiliki karakteristik independen, murah, sederhana, dan cepat. Jika melihat praktek lembaga peradilan di Indonesia, hampir tidak mungkin sengketa informasi diselesaikan di sana. Prosedur penyelesaian sengketa di pengadilan memerlukan waktu dan proses yang lama.
Selain itu, pengaturan jenis-jenis informasi yang dapat diakses oleh publik atau yang dikecualikan tidak dapat diserahkan kepada badan publik itu sendiri. Badan publik merupan obyek yang diatur oleh undang-undang ini. Jika pengaturan mengenai informasi yang boleh dibuka atau tidak diserahkan pada mereka, muncul kekhawatiran akan adanya konflik kepentingan (conflict of interest). Berdasarkan argumen tersebut, kita dapat menyebut Komisi Informasi sebagai ruh pelaksana UU KMIP. Tanpa Komisi Informasi, UU KMIP akan seperti wayang ilang gapite.
Komisi Informasi di Berbagai Negara
Negara-negara lain yang telah memiliki UU KMIP juga memiliki Komisi Informasi dengan berbagai nama dan kewenangannya. Komisi Informasi di negara-negara tersebut umumnya memiliki tugas melakukan pemantauan jalannya pelaksanaan UU KMI serta tugas-tugas lain yang lebih aluas. Di Inggris, Komisi Informasi berwenang melakukan penyelidikan atas pengaduan dari peminta informasi yang ditolak permintaannya. Demikian halnya di Kanada. Bahkan Komisi Informasi Kanada juga berwenang menghadap dan mengajukan pengaduan kepada lembaga pengadilan mengenai penolakan lembaga pemerintah untuk melepaskan informasi.
UU KMIP Afrika Selatan memberaikan kewenangan kepada Komisi Informasi di sana untuk melakukan sosialisasi keberadaan UU KMIP dan setiap tahun harus meninjau kembali keberadaan undang-undang tersebut. Komisi Informasi Afrika Selatan juga berwenang meninjau proses legislasi undang-undang lain yang mempunyai dampak terhadap kebebasan informasi. Pengalaman negara lain tersebut menunjukkan betapa krusialnya keberadaan Komisi Informasi dalam UU KMIP.
Mengawal Komisi Informasi
Kita memang patut menyambut baik sikap pemerintah menerima keberadaan Komisi Informasi. Ini dapat menjadi titik terang dalam percepatan proses legislasi RUU KMIP. Salah satu hal yang diperkirakan menjadi penghambat proses pembahasan RUU KMIP adalah tarik-ulur mengenai keberadaan Komisi Informasi. Sehingga hilang sudah satu hambatan ini.
Namun demikian, bukan berarti pengawalan proses legislasi RUU KMIP berhenti di sini. Saat ini, proses legislasi RUU KMIP masih dalam tahap pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM). Selanjutnya masih harus menempuh tahap panitia kerja (panja) dan penetapannya di Rapat Paripurna. Masyarakat harus mengawal proses ini agar substansi UU KMIP yang dihasilkan nanti tidak mengebiri keberadaan komisi ini. Artinya, jangan sampai pengaturan mengenai Komisi Informasi hanya sekedar menjadi tempelan pemanis UU KMIP.
Pasca pengesahan UU KMIP, masyarakat pun harus terus mengawal Komisi Informasi untuk menjamin mereka dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Kita dapat belajar dari pengalaman Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Lembaga yang diharapkan mampu menjadi badan pengatur lembaga penyiaran harus tertatih-tatih karena kewenangannya dipangkas oleh pemerintah. Pemerintah memang menerima keberadaan KPI. Tapi, dalam peraturan pemerintah yang menjadi wewenangnya, KPI dibonsai agar tidak dapat berfungsi secara maksimal. Tak mengherankan jika selama periode 2002-2006, KPI senantiasa sibuk menghadapi konflik dengan pemerintah dan tugas utamanya pun tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dari pengalaman tersebut, pengesahan UU KMIP tidak dapat dijadikan sebagai dari akhir pengawalan proses legislasi RUU KMIP. Masyarakat sipil juga harus memberikan perhatian kepada pembuatan peraturan turunan sebagai pelaksanaan UU KMIP. Bahkan ketika nanti Komisi Informasi sudah bertugas pun, pengawalan harus dilakukan untuk memastikan terjaminnya hak masyarakat mengakses informasi publik. Tentu saja dengan mudah, murah, dan cepat.
Ahmad Faisol,
penulis bekerja di Institut Studi Arus Informasi (ISAI) Jakarta, aktif di Koalisi Kebebasan Memperoleh Informasi.
Tuesday, March 27, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment