Rencana Kenaikan Harga BBM dan Hak Publik Atas Informasi
Seperti kejadian sebelumnya, rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM nampaknya kembali akan menjadi kontroversi. Meskipun belum ada demonstrasi namun pro dan kontra di media massa terus bermunculan. Bukan tidak mungkin, jika rencana ini benar-benar dijalankan akan mendapat resistensi yang cukup besar dari masyarakat. Tulisan ini tidak berpretensi membahas mengenai urgen tidaknya pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Tapi ingin mempersoalkan mengapa setiap rencana kenaikan harga BBM selalu menjadi kontroversi.
Problem yang selalu terulang setiap pemerintah berencana menaikkan harga BBM menunjukkan adanya problem komunikasi politik pemerintah dengan rakyatnya. Alasan-alasan yang dikemukakan pemerintah untuk menaikkan tarif BBM sesungguhnya masuk akal. Beban subsidi BBM selama ini memang memberatkan anggaran negara. Kenaikan tarif itu juga diperlukan untuk menyesuaikan diri dengan kenaikan harga minyak di pasaran dunia. Namun pemerintah selama ini belum menemukan metode yang tepat untuk menjelaskan alasan-alasan itu kepada publik. Sehingga resistensi akan selalu muncul.
Sebuah komunikasi akan berjalan efektif apabila diantara dua pihak yang menjalankan proses komunikasi berada pada posisi yang setara. Antara komunikan dan komunikator harus memiliki kerangka pemahaman yang sama. Hal inilah yang selama ini kelihatannya tidak pernah terwujud sehingga problem yang sama senantiasa terulang dalam berbagai masalah. Pemerintah selalu melihat dirinya secara hierarkhis lebih tinggi dari masyarakat, sehingga mereka menganggap tidak perlu membuka diri kepada masyarakat. Akibatnya yang muncul adalah proses penyelenggaraan pemerintahan yang tertutup, elitis dan penuh kerahasiaan. Begitu sedikit perkara-perkara yang bisa diketahui oleh publik dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan di semua lini (eksekutif, legislatif, yudikatif) dan di semua level. Ini tidak terlepas dari gejala negara yang telah menjadi dirinya sendiri dan terlepas dari realitas-realitas di masyarakat.
Publik tidak memperoleh akses memadai untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai pengelolaan pemerintahan. Tidaklah mengherankan publik tidak dapat secara aktif terlibat dalam proses-proses pengambilan kebijakan, untuk mengawasi proses pengelolaan kekayaan publik serta untuk mempertanyakan akuntabilitas para pejabat pemerintah. Sehingga, rencana kebijakan pemerintah dapat ditanggapi secara negatif.
Dalam konteks inilah kontroversi yang selalu mengiringi rencana kenaikan harga BBM dapat kita dudukkan. Terlepas dari perdebatan perlu-tidaknya pemerintah menaikkan harga BBM, munculnya reaksi penolakan itu menunjukkan bahwa publik sebenarnya tidak paham benar ikhwal rencana pemerintah menaikkan harga BBM. Lebih jauh lagi, publik tidak memahami manajemen pengelolaan kekayaan alam itu, yang menurut konstitusi kita “harus dikelola sebesar-besarnya untuk kepentingan publik”. Dengan kata lain konstitusi menjamin kedaulatan rakyat dalam pengelolaan kekayaan alam termasuk pengelolaan BBM.
Konsep kedaulatan rakyat dalam kaitannya dengan isu BBM dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, perwujudan kedaulatan rakyat dalam bentuk partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengelolaan sumber daya migas dan BBM. Partisipasi ini dalam prakteknya memang rumit dan tidak realistis. Sungguh tidak masuk akal jika publik harus dilibatkan dalam proses pengolahan dan pendistribusian BBM karena ini menyangkut keahlian dan kompetensi yang sangat spesifik. Kedua, perwujudan kedaulatan rakyat dalam bentuk keterbukaan pemerintah dalam mengelola sumber daya migas dan BBM di dalamnya. Sehingga masyarakat mudah untuk mendapatkan akses informasi yang memungkinkan masyarakat mengawasi dan mengontrol pengelolaannya. Bentuk kedualatan yang kedua ini dapat diwujudkan dengan pengakuan atas hak masyarakat untuk memperoleh informasi pengelolaan BBM.
Dari kedua bentuk kedaulatan rakyat atas pengelolaan sumber daya alam yang terbatas jumlahnya di atas, bentuk kedualah yang wajib diwujudkan. Hal ini dijamin pula dalam konstitusi yaitu pasal 28 F UUD 1945 dimana ada jaminan terhadap setiap masyarakat untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Tertutupnya Akses Informasi Publik Tentang BBM
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa rakyat telah kehilangan kedaulatannya untuk memperoleh informasi pengelolaan BBM. Dalam mengelola minyak dan gas termasuk BBM, pemerintah melaksanakannya dengan struktur birokrasi yang tertutup, ekslusif dan proteksionis. Diciptakan kondisi-kondisi, mekanisme dan regulasi yang memungkinkan pemerintah mengisolir proses-proses pengelolaan sumber daya alam dari keterlibatan unsur-unsur publik. Tak pelak, begitu sedikit yang dapat diketahui publik tentang manjemen pengelolaan sumber daya minyak dan gas, masyarakat tidak pernah tahu berapa jumlah BBM yang dimiliki oleh Indonesia, berapa tahun usia cadangan BBM yang dimiliki oleh Indonesia, bagaimana pengolahan sumber daya minyak dan gas agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas, berapa biaya yang diperlukan untuk pengolahan tersebut sehingga diperoleh harga yang harus ditebus oleh masyarakat untuk memanfaatkan BBM.
Ketiadaan akses informasi mengenai hal-ihwal pengelolaan BBM, membuat masyarakat tidak dapat berpartisipasi mengawasi proses pengelolaan BBM : dari proses eksploitasi, pengolahan (produksi) hingga distribusinya. Dalam konteks ini, jelas tidak memadai jika pemerintah hanya mengumumkan alasan-alasan kenaikan tarif BBM itu melalui media. Karena media bisa diakses dan bisa dipahami oleh khalayak yang sangat terbatas. Diseminasi alasan-alasan kenaikan tarif BBM melalui media massa jelas tidak memenuhi prinsip-prinsip mudah diakses, murah dan terjangkau yang semestinya menjadi prinsip dasar bagi mekanisme transparansi dan pelayanan informasi di lembaga-lembaga publik. Terabaikannya hak atas informasi itu menjelaskan mengapa setiap rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM selalu terbentur oleh kerasnya reaksi penolakan masyarakat.
Membuka Akses Informasi Publik Tentang BBM
Guna menghindari kontroversi setiap ada rencana kenaikan harga BBM di masa mendatang, maka harus dilakukan perubahan dalam pengelolaannya. Perubahan itu dapat dimulai dengan mengubah manajemen pengelolaan BBM menjadi lebih transparan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan perilaku pemerintah yang tidak menempatkan dirinya lebih tinggi dibanding masyarakat dalam hal manajemen pengelolaan BBM. Fungsi ini dapat dilakukan melalui pembukaan akses informasi publik atas manajemen pengelolaan BBM.
Untuk menjamin fungsi tersebut dapat berjalan maksimal perlu adanya regulasi. yang secara tegas mengatur prosedur atau mekanisme untuk memperoleh semua informasi pengelolaan BBM. Termasuk di dalamnya informasi mengenai pengelolaan migas dan pengadaan BBM, lembaga mana yang dapat dimintai informasi, dan sanksi-sanksi apa yang dijatuhkan kepada lembaga yang tidak memberikan informasi.
Regulasi tersebut diperlukan karena berbagai regulasi yang ada sekarang hanya mengatur hak publik untuk mengetahui informasi, namun tidak ada aturan khusus yang mewajibkan pejabat untuk memberikan informasi. Padahal, karena vitalnya BBM dalam kehidupan masyarakat, pemerintah seharusnya pro aktif memberikan informasi kepada publik mengenai segala sesuatu yang menyangkut pengelolaannya. Dengan demikian, masyarakat memiliki pemahaman sehingga bila ada rencana kenaikan harga BBM tidak akan menjadi kontroversi lagi.
Penulis: Ahmad Faisol, peneliti ISAI Jakarta, aktif di Koalisi Untuk Kebebasan Memperoleh Informasi
Sunday, July 16, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment